ADA sebuah kekhawatiran besar yang saat ini dihadapi sebagian besar mahasiswa menjelang wisuda, yakni ketakutan akan menyandang status pengangguran intelektual. Kondisi itu saya tangkap dari obrolan teman-teman mahasiswa semester akhir yang tinggal menunggu waktu saja untuk meraih gelar sarjana, yang merasa khawatir dengan sulitnya mendapatkan pekerjaan sebab kompetisi dunia kerja semakin ketat dan keras. Memang tidak bisa digeneralisir, namun penulis yakin sebagian besar mahasiswa mengalami hal serupa terkait makin banyaknya jumlah sarjana yang nasibnya belum beruntung hingga menyandang sebutan ’pengacara’ (pengangguran banyak acara).
Kondisi itu dapat dimengerti akibat jumlah lulusan mahasiswa yang menenteng gelar sarjana maupun diploma dari tahun ke tahun semakin banyak. Sementara, lapangan kerja yang tersedia jumlahnya tak sebanyak job seekers (pencari kerja). Alih-alih mendapat pekerjaan, para sarjana masih banyak yang menganggur. Data yang dilansir Ditjen Dikti Depdiknas tahun 2010menyebutkan jumlah angka pengangguran lulusan perguruan tinggi mencapai 2 juta lebih. Angkanya cukup fantastis tersebut terdiri 1.224.520 bergelar sarjana dan pengangguran tingkat diploma mencapai 882.550. Data dari Dirjen Dikti bahkan menyebut angka pengangguran sarjana menunjukan kecenderungan terus naik. Fakta itu jelas bikin miris semua pihak mengingat pada 2008, jumlah sarjana yang tak bekerja masih 976.473 orang dan alumni diploma 727.507. Bisa dilihat terjadi peningkatan cukup signifikan jumlah pengangguran yang merupakan lulusan perguruan tinggi (PT).
Tak Punya Skill
Banyaknya pengangguran intelektual merupakan cerminan buruknya kualitas pendidikan Tanah Air. Lihat saja jumlah pengangguran diploma yang jumlahnya tak terlampau jauh dibanding sarjana. Padahal program diploma dibuat untuk menekankan pada ilmu praktik dan bukan teori, namun pada kenyataannya tetap saja banyak yang tak bisa mengaplikasikan ilmu yang didapatkannya di bangku kuliah dengan terbukti tak bisa diterima di dunia kerja. Hal itu jelas sangat ironis dan menjadi bukti bahwa terjadi kesenjangan antara ilmu yang didapatkan di perkualiahan dengan permintaan dunia kerja.
Harus Ada Kemampuan Berwirausaha Generasi Muda
Kemampuan teknik dan kemampuan bisnis yang dimiliki generasi muda ini akan mampu mengubah peluang usaha menjadi usaha baru yang menguntungkan. Penguasaan kemampuan teknik akan mendorong wirausaha untuk melakukan inovasi dan bekerja secara efisien. Pemberian informasi mengenai arah perkembangan produk, perkembangan teknologi produksi dan proses adopsi teknologi akan membantu meningkatkan kemampuan teknik dari wirausaha Indonesia. Gambaran umum upaya penumbuhan unit wirausaha baru dapat dilihat sebagai berikut :
Solusi untuk mengatasi pengangguran Pemuda di Indonesia sangat banyak. Hal ini harus dilakukan secara komprehensif dan total. Program-program mengatasi pengangguran tersebut mengedepankan:
Penguatan kecakapan hidup dan kewirausahaan yang komprehensif meliputi personal, sosial dan vocational skills, Keterpaduan antar lembaga yang bersifat horizontal maupun antar lembaga yang bersifat vertikal, dan Penjaminan terjadinya four in one process (rekrutmen, pendidikan dan pelatihan, pemagangan, penyaluran /pemandirian lulusan).
Lembaga Pendidikan baik Formal maupun Nonformal harus mampu memberikan layanan pendidikan yang berkualitas dengan semangat kewirausahaan. Kewirausahaan akan mampu menjadi solusi atas Pengangguaran pemuda di Indonesia dengan menghasilkan lulusan yang berbasis kewurausahaan. Semoga kontribusi Positif lembaga pendidikan akan semakin memajukan bangsa Indonesia.
Pemerintah sangat memprioritaskan program kewirausahaan sebagai upaya untuk penyerapan pekerjaan baru. Hal ini merupakan bagian yang utuh untuk memajukan dan memandirikan bangsa Indonesia.
Semoga Wirausaha Muda terus maju dan berkembang untuk memajukan bangsa Indonesia,amiin
0 comments:
Post a Comment